Radikalisme Ditangkal di Madrasah Aliyah Bahauddin

Radikalisme Ditangkal di Madrasah Aliyah Bahauddin

SIDOARJO: Persoalan radikalisme yang selama ini sudah merasuk ke sekolah-sekolah dapat diatasi dengan cara pelibatan aktif para guru. Mereka ditugaskan untuk menjelaskan kepada siswa apa itu khilafah yang sering dikampanyekan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), agar siswa tidak mudah terbujuk. Demikian pula ketika ada guru-guru praktek yang mengajar di sekolah.

Karena itu, kepala Madrasah Aliyah (MA) Bahauddin, Ngelom, Sepanjang, Drs. H. Muhammad Nuh, menyambut positif program BrangWetan  “Cinta Budaya Cinta Tanah Air” untuk mengimbangi gerakan Transnasional yang sudah menyusup ke sekolah-sekolah. Mengacu pada peristiwa peledakan bom bunuh diri di gereja di Surabaya beberapa waktu yang lalu ternyata bibitnya dimulai dari kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) di SMA.

“Persoalan radikalisme Insya Allah dapat diatasi dengan cara pelibatan aktif dari para guru untuk mengawasi siswanya,” tegas Muhammad Nuh.  

[image src=’/assets/01-v3.jpg’ id=’155′ width=’600′ height=’450′ class=’leftAlone ss-htmleditorfield-file image’ title=’01 v3′]

Dalam perbincangan dengan Tim BrangWetan yang melakukan kunjungan ke sekolah ini, Selasa (15/9), Muh. Nuh menjelaskan bahwa peran guru ini juga penting agar tidak terulang seperti yang pernah terjadi di Madrasah Aliyah lainnya, dimana ada guru yang kebobolan membuat soal yang ternyata merupakan bahan kampanye HTI.

Kunjungan Tim BrangWetan ini merupakan kelanjutan kegiatan workshop yang dilakukan secara daring (online) beberapa waktu yang lalu. Manajer Program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air” dari BrangWetan, Moh. Masrullah menjelaskan, bahwa MAN Bahauddin merupakan sekolah kedua yang dikunjungi dari 10 (sepuluh) sekolah yang menjadi target program selama satu tahun, terhitung sejak bulan Juli yang lalu.

Ditegaskan oleh M. Nuh yang menjabat kepala madrasah yang menjabat sejak tahun 2003 ini, yang justru menjadi persoalan bagi MA yang berdiri tahun 1989 ini adalah ternyata ada beberapa siswa yang menjadi “anak-anak punk” sehingga mereka jarang sekolah. Meskipun, ada juga anak punk yang lulus. Pernah juga terjadi tahun lalu ada siswa yang terlibat perdagangan manusia (human trafficking) sehingga dengan terpaksa dikeluarkan dari sekolah.

[image src=’/assets/01-v4.jpg’ id=’156′ width=’600′ height=’450′ class=’leftAlone ss-htmleditorfield-file image’ title=’01 v4′]

Madrasah Aliyah Bahauddin dibangun atas inisiatif KH Sholeh Qosim, selaku ketua yayasan, untuk mewadahi masyarakat dan santri yang berada di pondok pesantren di desa Ngelom yang ingin melanjutkan ke Madrasah Aliyah atau Sekolah Menengah Atas. MA ini memang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Bahauddin ( YAPIB ) yang dipimpin oleh KH Sholeh Qosim  yang meninggal dunia pada usia 88 tahun, tanggal 10 Mei 2018, dimakamkan  di kompleks SMP Bahauddin Ngelom. Perjuangan kepahlawanan tokoh sejarah lokal KH Sholeh Qasim ini pernah dijadikan bahan pementasan karya seni oleh siswa SMP Negeri 1 Taman dan meraih Juara 3 Tingkat Kabupaten FLS2N – Seni Tari 2019.  Karya itu berjudul “Sardulo Ngelom”. Sardulo artinya Harimau/Macan. Menggambarkan kisah dan semangat perjuangan KH. Sholeh Qosim saat bergabung menjadi anggota laskar Sabilillah tahun 1943 dan berjuang pada 10 November di Surabaya. 

Pada tahun 2003 MA Bahauddin mendaftarkan diri ke Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Sidoarjo, dan pada tahun yang sama mendapat Piagam dari Departemen Agama, dan diakui sebagai lembaga pendidikan swasta yang ada di bawah pengawasannya, dengan SK nomor : 35/YAPIB/SK/B.6/I/2003.

Sekolah ini berada di sebuah kampung, dimana terdapat Madrasah Ibtidaiyah (SD), Madrasah Tsanawiyah (SMP), dan sebuah pondok pesantren yang menjadi cikal bakal semua lembaga pendidikan di tempat ini.

Ekstra Kurikuler yang terdapat di sekolah ini adalah: Pencak Silat, Banjari, Pramuka, dan futsal. Sedangkan fasilitas yang dimiliki terdiri dari 3 ruang laboratorium (IPA, Bahasa, Komputer), Perpustakaan, Masjid dan Aula, Ruang UKS, dan Ruang OSIS.

Salah satu alumni sekolah ini yang berhasil adalah Ida Nurmala, salah seorang pendiri Kampung Sinau yang bergerak dalam bidang literasi.

Namun dampak dari pandemi Covid-19 ini menyebabkan banyak kegiatan yang tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Padahal di sekolah ini pernah diajarkan kesenian Islam dari Aceh, disamping Banjari dengan Qori’ yang sempat terkenal. Namun regenerasi menjadi persoalan tersendiri, karena yang bagus-bagus sudah lulus. Bahkan berbekal kemampuan dalam kesenian ini yang justru memudahkan mereka melanjutkan ke perguruan tinggi melalui jalur prestasi. Hal ini tidak terlepas dari tangan diri guru mata pelajaran seni budaya yang berasal dari Bali, Ni Wayan Anggraini.

“Tapi kami tidak menyerah, mereka yang sudah lulus kami tarik lagi untuk pentas melalui dunia maya, disebarkan melalui Youtube,” ujar seorang guru seni budaya. (h)

In category:
Related Post
no-img
Guru Penggerak Juga Menggerakkan Toleransi di Sekolah

SIDOARJO: Para Guru Penggerak memiliki tugas utama sebagai inisiator pembel...

no-img
Perwakilan USAID Kunjungi SMPN 1 Taman, Sidoarjo

SIDOARJO: SMPN 1 Taman Sidoarjo mendapat kehormatan menerima kunjungan perw...

no-img
Siswa Jadi Agen Perubahan Wujudkan Toleransi di Sekolah

MOJOKERTO: Para siswa dapat menjadi agen toleransi dan perubahan untuk mewu...

no-img
Ekosistem Toleransi Berlaku untuk Semua Warga Sekolah

SIDOARJO: Mewujudkan Sekolah Toleransi tidak hanya sebatas ucapan dan admin...

no-img
Tiga SMPN Sidoarjo Jadi Percontohan Sekolah Toleransi

PASURUAN:  Program Sekolah Toleransi yang dilaksanakan oleh Komunitas Seni...

no-img
Kasus Intoleransi Meningkat, Insan Pendidikan Harus Rapatkan Barisan

PASURUAN:  Kasus intoleransi di Indonesia mengalami peningkatan drastis. D...