SMAN 1 Gedangan, Toleransi Subur Karena ABK

SMAN 1 Gedangan, Toleransi Subur Karena ABK

SIDOARJO:  Adalah sebuah kebanggaan sekaligus tantangan bagi SMA Negeri 1 Gedangan karena ada 25 anak didiknya yang tergolong ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Karena ternyata keberadaan ABK di antara anak-anak yang normal justru menumbuhsuburkan nilai-nilai toleransi. Gurunya harus terus berlatih, harus sabar menghadapi mereka yang kadang diluar kendali.

“Jadi Sekolah Inklusi itu ibarat sekolah jurusan sorga,” sela Dr. Panoyo, M.Pd, Kepala SMAN 1 Gedangan.  

[image src=’/assets/03.jpg’ id=’208′ width=’600′ height=’337′ class=’leftAlone ss-htmleditorfield-file image’ title=’03’]

Hal itu dikatakan kepada Tim BrangWetan dalam acara kunjungan Kamis (17/9) dalam kaitan program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air” yang diselenggarakan selama satu tahun penuh sejak Juli 2020 hingga Juni 2021.

Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dan melengkapi kegiatan lokakarya (workshop) dalam jaringan (online) yang memang memiliki keterbatasan karena tidak dapat melakukan tatap muka dalam jumlah besar. Karena itu BrangWetan mengunjungi satu persatu sekolah yang menjadi target kegiatan program selama satu tahun tersebut sebagai upaya kreatif untuk menyiasati keterbatasan akibat pandemi Covid-19.

Menurut Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMAN 1 Gedangan, Hernu Pratignyo, S.Pd, MM,  pembinaan ABK di sekolah ini  sudah berlangsung selama delapan tahun, sejak tahun 2012. SMAN 1 Gedangan terpilih menjadi Sekolah Inklusi yang pertama di Sidoarjo. Menyusul SMAN 4 Sidoarjo, Waru, Gedangan, Wonoayu, Tarik, dan Porong.  

Dan mereka ternyata mampu berprestasi mengalahkan anak normal. Ada yang sudah meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN. Dia Tuna Rungu Wicara namun intelektualitasnya malah di atas rata-rata. Karena sebetulnya ABK itu tidak hanya mereka yang “slow” tetapi ada juga yang “high”.

Dalam prinsip toleransi maka harus ada kesamaan perlakuan terhadap setiap anak. Meskipun ABK tidak boleh dimarginalisasi. Mereka harus masuk secara inklusif ke dalam lingkungannya. Secara sosial harus diterima, tidak dirundung (bully), dan harus diperlakukan sama dengan anak lainnya. Dari sosialisasi inilah mampu menumbuhkan rasa syukur bagi anak-anak regular bahwa mereka dikaruniai kenormalan tidak sebagaimana temannya yang ABK. Dengan demikian, mereka yang normal harus mengasihi temannya yang ditakdirkan menjadi ABK. Nah, di sinilah nilai-nilai toleransi tumbuh dengan sendirinya di kalangan siswa.

[image src=’/assets/6c2a5e8d-d9a4-4722-929f-64ef945971d2.jpg’ id=’209′ width=’600′ height=’466′ class=’leftAlone ss-htmleditorfield-file image’ title=’6c2a5e8d d9a4 4722 929f 64ef945971d2′]

Mereka yang menjadi  ABK juga bukan kemauannya sendiri, bukan karena permintaan orangtua. Tetapi sudah merupakan kehendak Yang Maha Kuasa. Maka dengan adanya siswa ABK di antara mereka maka anak-anak yang regular harus saling membantu.

Memang target pembelajaran untuk mereka tidak diperlakukan sama dengan anak regular. Sesuai dengan prinsip pendidikan inklusi maka kurikulumnya dimodifikasi sesuai dengan kondisi anak. Misalnya kalau anak regular harus mengerjakan sepuluh soal maka ABK cukup satu dua soal saja.

Diantara ABK yang pernah menjadi siswa di sekolah ini yang paling banyak adalah slow learner (lambat belajar). Ada ada yang mengalami hambatan gerak karena selalu berada di atas kursi roda. Ada yang autis. Ada yang low vision (tidak jelas melihat). Tetapi yang paling banyak ditangani adalah anak dengan hambatan kecerdasan. Pemikirannya di bawah rata-rata.  

Dalam keseharian memang mereka dicampur dengan yang lain namun ada pembimbing khususnya yang membantu guru mata pelajaran (mapel) untuk anak regular. Tetapi tidak harus siswa ABK harus selalu belajar bersama-sama namun ada kalanya diperlakukan secara khusus.

Dengan adanya sejumlah siswa ABK itu maka sekolah menyediakan fasilitas ruang khusus manakala ada yang tantrum atau kurang bisa dikendalikan. Kemudian dia diterapi secara khusus.

Selain dikenal sebagai Sekolah Inklusi di sekolah ini juga dikembangkan batik Gocap alias batik cap daun. Gocap itu berasal dari kata godhong (daun) dicap.  Jadi ini teknik membatik dengan menggunakan bahan alami. Ekskul yang menonjol adalah futsal dan atletik yang sering menggondol kejuaraan, bahkan ke tingkat internasional.

[image src=’/assets/04-Copy.jpg’ id=’210′ width=’600′ height=’450′ class=’leftAlone ss-htmleditorfield-file image’ title=’04 Copy’]

SMAN 1 Gedangan sendiri baru beroperasi tahun 1995, yang menempati gedung milik Ditjen Dikti yang ditempati PGSPLB (Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa). Semula SMAN 18 Surabaya yang sebelumnya bernama SMPP di Ketintang menempati gedung ini namun tidak mau dan kemudian membangun sekolah sendiri di kawasan Karah Surabaya. PGSLB sendiri kemudian menempati gedung di belakang sekolah ini namun konon sedikit sekali mahasiswanya.

Dan ternyata SMAN 1 Gedangan banyak melahirkan kepala sekolah, termasuk Panoyo sendiri yang ternyata alumnus sekolah yang dikepalainya sekarang ini sejak tahun 2004. Selain itu ada alumni yang menjadi Kepala SMAN 3 Sidoarjo, SMAN 1 Porong, SMAN Purwosari, dan juga seorang pengawas sekolah. Panoyo sendiri alumnus IKIP Widya Darma yang kemudian meneruskan di UNIPA dan Unesa. Dalam kesehariannya aktif sebagai ketua Ranting NU Siwalan Kerto Surabaya dan juga aktif di LP Maarif.

Sejak program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air” dari BrangWetan ini dilangsungkan bulan Juli yang lalu, acara pertemuan digelar melalui daring (online) sebanyak dua kali, yaitu Focus Group Discussion (FGD) bulan Juli dan Workshop Penguatan Toleransi,  bulan Agustus belum lama ini.

Garis besar program tersebut adalah:     Program pelatihan berkelanjutan untuk menumbuh-suburkan dan memperkuat kesadaran berbangsa, cinta budaya dan cinta tanah air di kalangan remaja/pelajar. Dan juga, meningkatkan Kemampuan Komunitas Sekolah dalam Mempromosikan Toleransi Melalui Seni Budaya.

Sepuluh sekolah yang menjadi target kunjungan adalah SMP Negeri 1 Sukodono, SMP Negeri 1 Taman, Madrasah Aliyah Bahauddin (Taman), SMA Jati Agung (Taman), SMP Negeri 1 Waru, Madrasah Aliyah Darul Ulum (Waru), Madrasah Aliyah Nurul Huda (Sedati)), SMPN 1 Sedati, SMPN 1 Gedangan dan SMAN 1 Gedangan. (h)

In category:
Related Post
no-img
Guru Penggerak Juga Menggerakkan Toleransi di Sekolah

SIDOARJO: Para Guru Penggerak memiliki tugas utama sebagai inisiator pembel...

no-img
Perwakilan USAID Kunjungi SMPN 1 Taman, Sidoarjo

SIDOARJO: SMPN 1 Taman Sidoarjo mendapat kehormatan menerima kunjungan perw...

no-img
Siswa Jadi Agen Perubahan Wujudkan Toleransi di Sekolah

MOJOKERTO: Para siswa dapat menjadi agen toleransi dan perubahan untuk mewu...

no-img
Ekosistem Toleransi Berlaku untuk Semua Warga Sekolah

SIDOARJO: Mewujudkan Sekolah Toleransi tidak hanya sebatas ucapan dan admin...

no-img
Tiga SMPN Sidoarjo Jadi Percontohan Sekolah Toleransi

PASURUAN:  Program Sekolah Toleransi yang dilaksanakan oleh Komunitas Seni...

no-img
Kasus Intoleransi Meningkat, Insan Pendidikan Harus Rapatkan Barisan

PASURUAN:  Kasus intoleransi di Indonesia mengalami peningkatan drastis. D...