Wardiman Djojonegoro: Pilkada Pemicu Intoleransi

Wardiman Djojonegoro: Pilkada Pemicu Intoleransi

SIDOARJO: Pemilihan kepala daerah (Pilkada) juga menjadi pemicu timbulnya intoleransi. Karena dalam kontestasi Pilkada ini orang cenderung mencari-cari perbedaan dan kemudian dilegalkan. Orang dengan mudahnya menghantam kelompok lawan untuk mendapatkan kemenangan. Hal inilah yang membuat situasi sekeliling kita tidak kondusif untuk dapat bertoleransi.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1993 – 1998) dalam pembukaan acara “Training Pembuatan Kegiatan Penguatan Toleransi Untuk Guru atau Pembimbing Ekstrakurikuler” yang diselenggarakan secara daring oleh Komunitas Seni Budaya BrangWetan, Rabu (28/10/2020). Training ini diikuti oleh  36 orang, terdiri dari 20 guru/pendamping kegiatan ekstra kurikuler, 4 narasumber, dan staf Komunitas Brangwetan.

Narasumber lain yang memberikan materi dihadirkan dari LPPM Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, yaitu Dr. A. Rubaidi, M.Ag; Amin Hasan, M.Pd dan Hernik Faisia, M.PdI.

Acara ini merupakan rangkaian program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air” yang berlangsung selama satu tahun sejak Juli 2020 hingga Juni 2021. Sebelumnya, BrangWetan sudah melakukan Focus Discussion Group (FGD) untuk stakeholder pendidikan, disusul Workshop Toleransi untuk para Kepala Sekolah dan Wakilnya, kemudian bulan Oktober yang lalu berupa kegiatan pelatihan untuk guru mata pelajaran.

Menurut Wardiman Djojonegoro (86 tahun), toleransi sangat diperlukan karena masyarakat kita sangat beragam. Kalau kita tidak toleran dengan yang lain maka  diantara kita akan saling gontok-gontokan.  Akibatnya negara kita tidak akan pernah aman dan tidak bisa maju.

Mengapa sampai ada intoleransi? Bagaimana caranya untuk mengurangi rasa tidak saling percaya satu sama lain, rasa unggul, atau rasa mudah tersinggung?  Bagaimana cara meningkatkan rasa toleransi? Yaitu dengan cara mengurangi rasa unggul diri kita sendiri, kelompok kita atau daerah kita, dan tidak menganggap rendah kelompok yang lain.

Susahnya, di zaman modern ini banyak faktor yang mendorong intoleransi. Selain faktor Pilkada, sebagaimana disebutkan di atas, menurut  tokoh kelahiran Pamekasan Madura ini, ada dua hal lagi yang menyebabkan terjadinya intoleransi, yaitu:

Ketidaksamaan antar daerah, antar kota. Ada daerah yang maju, daerah yang aman, daerah yang masih ketinggalan atau masih kumuh. Hal itu lantas dijadikan pemicu atau alasan untuk bentrokan. Ada orang-orang yang menjadikan perbedaan menjadi sarana untuk merendahkan atau menyerang orang atau kelompok lain.

Disamping itu juga pengaruh internet. Kita menjadi sangat mudah mengeluarkan pendapat, entah betul atau tidak, tetapi mudah pula membuat orang lain tersinggung.  Kemudahan internet juga menyebabnya mudahnya kabar bohong (hoax) menyebar sehingga menjadikan berita panas. Kebebasan berpendapat justru menjadikan hal yang tak kondusif.

Karena itu, “Saya berharap acara webinar ini dapat menemukan solusi untuk mengatasi intoleransi dan bagaimana mendorong semangat toleransi,” tegas Wardiman Djojonegoro. (h)

In category:
Related Post
no-img
Guru Penggerak Juga Menggerakkan Toleransi di Sekolah

SIDOARJO: Para Guru Penggerak memiliki tugas utama sebagai inisiator pembel...

no-img
Perwakilan USAID Kunjungi SMPN 1 Taman, Sidoarjo

SIDOARJO: SMPN 1 Taman Sidoarjo mendapat kehormatan menerima kunjungan perw...

no-img
Siswa Jadi Agen Perubahan Wujudkan Toleransi di Sekolah

MOJOKERTO: Para siswa dapat menjadi agen toleransi dan perubahan untuk mewu...

no-img
Ekosistem Toleransi Berlaku untuk Semua Warga Sekolah

SIDOARJO: Mewujudkan Sekolah Toleransi tidak hanya sebatas ucapan dan admin...

no-img
Tiga SMPN Sidoarjo Jadi Percontohan Sekolah Toleransi

PASURUAN:  Program Sekolah Toleransi yang dilaksanakan oleh Komunitas Seni...

no-img
Kasus Intoleransi Meningkat, Insan Pendidikan Harus Rapatkan Barisan

PASURUAN:  Kasus intoleransi di Indonesia mengalami peningkatan drastis. D...