Peringatan Seribu Tahun Prasasti Cane
LAMONGAN: Ini sebuah peristiwa yang sangat langka. Prasasti Cane yang dikeluarkan Raja Airlangga (943 Saka atau 1021 M) kali ini diperingati 1000 (seribu) tahun, tepat pada tanggal 27 Oktober 2021. Acara dilangsungkan di bumi perkemahan Mahoni Raya, di dusun Cane, tempat ditemukannya, yang sekarang masuk desa Candisari, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan.
Acara ini dinamakan Jambore Seribu Tahun Garuda Muka, karena pada prasasti itulah tercantum simbol Garuda Wisnu yang menandakan simbol pemerintahaan Kerajaan Airlangga. Lambang ini pula yang digunakan oleh Universitas Airlangga sehingga sejumlah mahasiswanya juga hadir dalam acara tersebut.
Prasasti ini adalah yang pertama kali dikeluarkan pada masa pemerintahannya memimpin Kerajaan Kahuripan (1019 – 1042). Prasasti aslinya disimpan di Museum Nasional. Dalam acara seremoial itu disemarakkan dengan sajian kesenian Jaranan, Wayang Beber, prosesi Manusuk Sima, dan sarasehan Seribu Tahun Garuda Mukha.
Seharusnya juga ada pengukuhan Saka Widya Budaya Bhakti, namun nampaknya panitia lupa, sehingga puluhan pramuka yang sudah bersiap sejak pagi hari tidak jadi dikukuhkan oleh Bupati. Apalagi Bupati Lamongan keburu ada acara lain di Surabaya, sehingga hanya membacakan sambutan tertulis, menyaksikan ritual manusuk sima, lantas menandatangani tiruan Prasasti Cane tersebut.
Prasasti yang ditulis di atas batu dalam aksara Jawa itu merupakan penanda status sima pada Desa Cane karena rasa simpati raja kepada penduduk setempat yang berjuang di garis depan dengan menjadikan desanya sebagai benteng pertahanan di sebelah barat kerajaan. Warga desa senantiasa memperlihatkan ketulusan hati mempersembahkan baktinya kepada raja dan tidak gentar mempertaruhkan jiwanya dalam peperangan agar Sri Maharaja memperoleh kemenangan.
Keberadaan Prasasti Cane ini juga sekaligus merupakan indikator bahwa Cane atau Candisari yang sekarang, adalah Desa tertua di Lamongan.
Acara ini tidak lepas dari gagasan aktivis budaya Lamongan, Supriyo, yang selama ini aktif dalam gerakan pelestarian cagar budaya.
Dalam sambutannya Bupati Lamongan Yuhronur Efendi mengatakan, bahwa acara napak tilas jejak Raja Airlangga di Lamongan ini dapat menjadi titik balik kejayaan Lamongan.
Sementara itu komunitas Wayang Beber Kota dan Komunitas Sambang Panji menampilkan pergelaran wayang beber lakon ‘Suluk banyu’ dengan dalang Mijil Pawestri. Lukisan wayang beber ini dibuat oleh seniman Surakarta, Dani Iswardana, yang juga hadir dalam acara tersebut.
Pertunjukan pamungkas adalah pergelaran Jaranan yang berlangsung lebih dari tiga jam sehingga banyak penonton yang meninggalkan arena karena banyaknya pemain dan pendukung acara yang mengalami trance.
Malam harinya, digelar sarasehan dengan pembicara sejarawan Adrian Perkasa yang berbicara dari Leiden, Belanda, dimana dia sedang menempuh studi doctoral. Pembicara lainnya adalah Gunawan A. Sambodo, seorang ahli prasasti. Keduanya menyampaikan paparannya secara zooming. Satu-satunya pembicara yang hadir dalam acara di Balai Desa Candisari itu adalah Supriyo, penggagas acara ini. (hnr)