Gelar Perdana di Taman Budaya Jatim: Wahyu Tunggul Manik, Hakekat Kepasrahan
SURABAYA: Lantaran Puntodewo bersikap pasrah atas kematiannya maka Jamus Kalimasada yang hilang muncul lagi, berubah wujud kembali setelah sebelumnya menyamar jadi raksasa. Para Dewa pun memberikan hadiah berupa Tunggul Manik, yaitu pitutur luhur bagi ratu yang linuwih.
Dalang muda Ki Hendri Wicaksono (30 tahun) mengawali pergelaran perdana tahun 2018 di Taman Budaya Jawa Timur semalam (27/1) membawakan lakon wayang kulit “Wahyu Tunggul Manik” yang dikarangnya sendiri. Dan baru kali inilah lakon tersebut dipentaskan, setelah sebelumnya dia mengaku mendapatkan isyarah alam melalui meditasi dimana dia didatangi seorang tua.
Dikisahkan, di negara Amarta Raja Puntadewa bingung karena Jamus Kalimasada hilang. Wabah pagebluk melanda negeri. Dalam upaya mendapatkan petunjuk Dewa, Puntadewa melakukan samadi di Gunung Tidar. Namun Raja Astina, Duryudana, yang tahu hal ini malah curiga, dikiranya Puntadewa hendak menerima wahyu Tunggul Manik. Bersama dengan pasukannya, Duryudono menyerang para pandawa di Amarta.
Sementara itu, Jamus Kalimasada berubah menjadi sosok raksasa yang menjajah negara Amarta. Puntadewa pun dibuatnya terpental. Atas petunjuk Semar, Puntodewa diminta pasrah pati. Maka Jamus Kalimasada berubah kembali ke ujud aslinya dan Puntadewa mendapatkan wahyu Tunggul Manik, yaitu anugerah perihal ketenteraman dan kemuliaan.
Pergelaran wayang kulit kali ini berlangsung sangat meriah. Halaman Taman Budaya Jatim penuh sesak oleh pengunjung hingga tidur-tiduran di serambi Ruang Sawunggaling. Para pengemudi becak pun berjajar dengan becaknya asyik menonton. Memang sudah lama tidak ada pentas wayang kulit di Taman Budaya, setelah pergelaran Ki Pringgo Jati bulan November tahun lalu.
Lahir di Blitar 5 Oktober 1988, Hendri sudah mulai mendalang sejak kelas 5 SD. Maklum, ayahnya adalah seorang dalang juga, Ki Wiji Wondowardoyo, yang sekarang menjadi dalang ruwat. Ketika masih sekolah di SMKI Surakarta, Hendri mewakili Jawa Tengah menyabet juara sabet terbaik dalam FLS2N di Bandung tahun 2008. Dalam ajang Festival Dalang Muda di Taman Budaya Jatim, anak kedua dari empat bersaudara ini pernah meraih penghargaan sebagai Dalang Unggulan dan terpilih dalam Lima Besar.
Selama ini pengalaman pentasnya sampai ke Salatiga, Boyolali dan sebagainya. Kuliah di jurusan pedalangan ISI Surakarta pernah dilakoninya namun tidak sampai selesai. Kini Hendri menekuni sanggarnya, yaitu Sanggar Seni Bimasakti, di desa Bence Kecamatan Garum, kab. Blitar, juga usaha jual beli gamelan, disamping bisnis kuliner di Solo. Di sanggar ini juga bernaung kelompok Campursari Krida Laras yang semalam ikut memeriahkan pergelaran wayang kulit ini dengan bintang tamu Lilis, yang tidak lain adalah isteri Kirun dari Madiun. (hnr)