Hitam Putih Dunia Aktivis, Tiket Habis
SURABAYA: Ini peristiwa pasca reformasi, dimana banyak anak muda yang merasa menjadi pahlawan lantaran berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru. Toh perjuangan tidak lantas berhenti. Ada yang masih setia aktif di dunia pergerakan, ada yang menjadi anggota DPRD, juga masuk birokrasi dan menjadi staf kepresidenan. Ada yang masih idealis, tetapi ada pula yang melacurkan diri.
Hitam putih dunia aktivis itulah yang diangkat dalam panggung teater oleh Sanggar Lidi Surabaya dengan judul “Aktvzm” di gedung kesenian Cak Durasim, Taman Budaya, Jawa Timur, Rabu malam ini (11/4).
“Kami tidak main-main, ini pertunjukan serius yang kami persiapkan betul sebagai pertunjukan berbobot. Karena itu kami mematok harga tiket Rp 30 ribu dan Rp 50.000,- dan ternyata sudah habis sejak kemarin sebanyak 412 tiket sesuai kapasitas gedung,” tegas pimpinan produksi Satrio Nugroho. Beberaa kursi yang tersisa hanya untuk undangan.
Petunjukan dengan durasi sekitar 45 menit ini karya Totenk MT Rusmawan yang juga bertindak selaku sutradara dan salah satu pemain. Dalam acara jumpa pers Selasa siang, Totenk dan Satrio menegaskan bahwa pergelaran ini sekaligus untuk menjawab tantangan bahwa di Surabaya teater terbukti tidak mati suri. Pertunjukan teater kali ini didukung 26 pemain yang hampir semuanya pemuda dibawah 25 tahun. Sementara secara keseluruhan tercatat 85 orang sebagai Tim Kreatif.
Yang berbeda dengan pertunjukan lainnya di lobi gedung Cak Durasim dipajang puluhan lukisan kecil-kecil yang menggambarkan dunia pergerakan semasa reformasi, unjuk rasa dan berbagai aksi-aksi lainnya. Tema yang diangkat kali ini memang aktual, kontroversial dan sekaligus sensitif. Tendangan kritis diarahkan ke pemerintah, legislatif, para aktivis sendiri bahkan kritik seorang isteri terhadap suaminya sendiri.
Maka seorang ayahpun memberikan nasehat pada puterinya: “….. musuhmu bukanlah pemerintah semata namun kesewenang-wenangan. Maka jangankan pemerintah, ayahmu sendiri, kawanmu, organisasimu, kampusmu, bahkan pikiranmu sendiri bila sudah ada kesewenang-wenangan maka harus dilawan.”
Menurut Totenk, naskah ini sudah melampaui riset selama 3 (tiga) tahun dan sudah dipersiapkan untuk dipentaskan sejak bulan Agustus tahun 2017 yang lalu. Satu potongan kecil lakon ini juga sudah dipertunjukan di warung kopi “Moelyo” Jalan Taman Apsari untuk memperingati Hari Teater Dunia (27/3) yang lalu. (hnr)