Cerita Panji Bukan Memory of the World

no-img
Cerita Panji Bukan Memory of the World

Catatan Henri Nurcahyo

 

Dalam banyak kesempatan atau acara terkait dengan cerita Panji selalu disebut-sebut bahwa “Cerita Panji sudah diakui UNESCO sebagai Memory of the World (MoW)?” Benarkah demikian? Sebutan ini sebetulnya salah kaprah, karena kalau UNESCO mengakui Cerita Panji maka katagorinya bukan MoW melainkan Intangible Cultural Heritage (ICH). Kenyataannya, Cerita Panji belum diakui sebagai ICH.

MoW adalah pengakuan terhadap naskah atau dokumen yang dinilai monumental dan signifikan bagi umat manusia. Tujuan program yang diluncurkan oleh UNESCO tahun 1992 ini adalah untuk melindungi, melestarikan, dan memberikan akses seluas-luasnya kepada koleksi warisan dokumenter dan memastikan bahwa dokumen-dokumen penting tersebut dapat bertahan untuk generasi mendatang dan tidak hilang akibat kerusakan, kelalaian, atau konflik.

Jadi, sekali lagi, yang ditetapkan sebagai MoW adalah dokumen alias naskah Panji. Bukan cerita Panji itu sendiri yang intangible. Penetapan sebagai MoW karena dianggap telah memiliki nilai universal yang luar biasa. Juga memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman sejarah, budaya, atau peradaban. Program ini membantu menjaga agar warisan dokumenter tetap menjadi milik bersama umat manusia dan tidak hilang oleh waktu.

Sejumlah MoW dari Indonesia yang sudah diakui UNESCO antara lain: Naskah I La Galigo, Babad Diponegoro, Negara Krtagama, arsip Konferensi Asia Afrika, dan dalam satu tahun yang sama, 2017, Indonesia langsung mendapatkan 3 MoW sekaligus yaitu: arsip Rekonstruksi Candi Borobudur 1973-1983, arsip Cerita Panji (Manuskrip Panji Tales), dan arsip Tsunami. UNESCO juga sudah menetapkan arsip pidato Soekarno di Sidang Umum PBB pada 1960 sebagai MoW. Yang terkini, UNESCO menetapkan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol, arsip Indarung I Semen Padang, dan arsip Indonesian Sugar Research Institute 1887–1986 sebagai Memory of the World. Yang masih dalam proses pengajuan untuk mendapatkan pengakuan MoW dari Unesco adalah surat-surat Kartini.

Sekali lagi, penetapan MoW oleh Unesco adalah dalam bentuk naskah atau dokumen. Meskipun, sebetulnya tidak harus berupa dokumen cetak, bisa juga dalam bentuk rekaman suara (seperti rekaman pidato atau musik penting); Film dan foto; atau Peta, surat, dan arsip sejarah. Silakan disimak, piagam dari Unesco itu berbunyi: Panji Tales Manuscript.  

Khusus naskah Cerita Panji, gagasan untuk mengajukan sebagai MoW dimunculkan  oleh Kepala Bagian Komisi Pengembangan Citra dan Profesi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Dra. Lucya Damayanti, M.Hum dalam sambutan pembukaan Pameran Naskah Cerita Panji, Jumat (24/10/2014) malam WIB di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.[1] Waktu itu yang diusulkan adalah naskah Panji Angreni yang ditemukan di Palembang. Alasannya, karena untuk mendapatkan MoW dibutuhkan (salah satu) syarat bahwa naskah atau dokumen tersebut masih dalam kondisi baik.

Usulan hanya Panji Angreni yang diajukan mengacu pada yang sebelumnya, yaitu hanya satu naskah saja. Namun opini yang berkembang pada acara seminar dalam rangkaian acara yang sama adalah: “Mengapa hanya Panji Angreni, mengapa bukan semua Cerita Panji.” Bukankah kita memiliki banyak sekali cerita-cerita Panji? Perpusnas sendiri memunyai koleksi sekitar 76 naskah Cerita Panji, meski tidak semuanya dalam kondisi baik.

Saya kebetulan mengikuti acara seminar tersebut. Beberapa waktu kemudian, saya mendengar kabar bahwa Prof Wardiman Djojonegoro ditunjuk sebagai konsultan Perpusnas dan mendapat amanat untuk memperjuangkan naskah-naskah Cerita Panji untuk diakui sebagai MoW oleh Unesco. Hal ini karena Wardiman (beserta Peter Carey) sudah memiliki pengalaman mengajukan naskah Babad Diponegoro dan diterima tahun 2013 sebagai MoW.

Mendengar kabar ini saya langsung mengirimkan buku saya “Memahami Budaya Panji” (edisi lama) kepada Bapak Wardiman melalui perantaraan Bu Welmin dari Perpusnas karena waktu itu saya belum mengenalnya. Sebagai pelaku Budaya Panji saya merasa berkepentingan agar Pak Wardiman dapat memahami apa itu Cerita Panji. Ternyata, dalam banyak kesempatan mantan Mendikbud itu  mengakui bahwa dia sama sekali tidak tahu cerita Panji itu apa.

Begitulah, singkat cerita atas nama Perpusnas Wardiman melakukan muhibah ke beberapa negara untuk studi banding mengenai Cerita Panji. Kesimpulannya, pengajuan naskah-naskah Cerita Panji agar diakui sebagai MoW oleh Unesco harus dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa negara sekaligus. Hal ini memang ironis, bahwa naskah-naskah Cerita Panji ternyata lebih banyak disimpan di perpustakaan KITLV di Belanda, dan juga di British Library Inggris, serta juga di Thailand. Masing-masing memiliki koleksi naskah Panji hingga ratusan jumlahnya, jauh di atas koleksi Perpusnas Indonesia. Dalam hal ini Roger Tol dari KITLV banyak membantu sehingga Unesco memberikan pengakuan naskah-naskah Cerita Panji sebagai MoW pada tanggal 31 Oktober 2017. Apalagi Adrian Vickers dalam buku “Peradaban Pesisir” (Pustaka Larasan dan Udayana University Press, 2009) banyak memaparkan fakta bahwa Cerita Panji menyebar ke seluruh nusantara dan negara-negara Asia Tenggara. Bahkan Vickers juga menyebut Peradaban Pesisir adalah Peradaban Panji

Karena itulah maka secara resmi, MoW naskah-naskah Cerita Panji tersebut dicatatkan atas nama Indonesia, Malaysia, Kamboja, Inggris, dan Belanda. Mengapa Thailand tidak disertakan? Nampaknya dalam hal ini ada persoalan teknis. Padahal Rujaya Abhakorn memiliki posisi penting dalam Unesco perwakilan Thailand untuk urusan ini.

Jadi kalau selama ini penyelenggaraan Festival Panji diselenggarakan bulan Oktober, itu sudah tepat, untuk memperingati penetapan Naskah-naskah Cerita Panji sebagai MoW. (Meskipun bisa jadi itu lantaran alasan anggaran yang baru turun bulan tersebut.) Kalau perlu, tanggal 31 Oktober ditetapkan sebagai Hari Panji. Mengapa tidak? (*)

 

[1] https://www.satuharapan.com/read-detail/read/salah-satu-naskah-panji-diajukan-ke-unesco

In category:
Related Post
no-img
Cerita Panji Bukan Memory of the World

Catatan Henri Nurcahyo   Dalam banyak kesempatan atau acara terkait de...

no-img
Opera Nasionalisme dalam Cerita Panji

Catatan Henri Nurcahyo   CERITA PANJI dapat dikemas untuk mengedepanka...

no-img
FESTIVAL BUDAYA PANJI 2024, BUKAN FESTIVAL BIASA

Catatan Henri Nurcahyo FESTIVAL Budaya Panji 2024 kali ini berbeda dengan f...

no-img
PANJI SEBAGAI AHLI PENGOBATAN DALAM WAYANG TOPENG

MALANG: Sebuah kisah Panji yang terbilang langka disajikan oleh Padepokan T...

no-img
Festival Budaya Panji 2024 di GKJ dan Perpusnas

Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendik...

no-img
JEJAK BUDAYA PANJI DI TANAH BANJAR

Oleh Henri Nurcahyo (repost: Harian Media Indonesia, Minggu, 19 Mei 2024) &...

  • 47
  • 67