Candrakirana Diculik Perompak, Lahirnya Kesenian Emprak

no-img
Candrakirana Diculik Perompak, Lahirnya Kesenian Emprak

Catatan Henri Nurcahyo

 

Kesenian Emprak  adalah bentuk kesenian seperti teater yang memadukan antara cerita, instrumentalia Jawa dan tembang. Kesenian khas Jepara ini sudah dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2023. Konon Emprak sudah ada sejak zaman Wali Sanga, karena berkaitan dengan pemanfaatannya sebagai sarana dakwah. Namun siapa sangka bahwa menurut cerita lisan ternyata kesenian ini ada hubungannya dengan Cerita Panji, yaitu bermula dari Tari Janggrung, di mana Candrakirana menyamar dengan nama Dewi Sri Gading.

Dituturkan oleh Maseko BS, Sutradara Teater Lentera Jepara, setiap daerah di Nusantara memiliki keterkaitan dengan cerita Panji dengan bentuk masing-masing. Misalnya di Jawa Tengah, seringkali jumpai pementasan pertunjukan rakyat seperti Ketoprak Lesung, Ketoprak Ongkek, dan Srandul. Sementara itu, di Kabupaten Jepara berkembang seni tradisi Emprak yang menyerupai seni ketoprak tetapi memiliki ciri khas tersendiri. Emprak sendiri berkembang di Jepara berasal dari kesenian rakyat yang berasal dari daerah Jawa Timur melalui jalur pesisir  pantai Utara, hingga muncul dan di kenal kesenian Emprak sejak tahun 1950an. Adapun dalam perkembangannya seni Emprak ada yang menyebut dengan seni tari, atau juga ada yang mengategorikan dramatari. Namun, setiap kali seni Emprak pentas di daerah Jepara dari kemunculannya hingga tahun 1990an, masa kejayaan dan popularitasnya, pementasannya syarat dengan drama, tarian, nyanyian. Di dalam pengadeganan seni Emprak terdapat dialog, monolog, tari-tarian, nyanyian atau tembang. Dan, terkadang mengangkat cerita tentang kejadian yang ada di tengah masyarakat sekitar, ataupun termasuk legenda dan cerita rakyat.

Berkaitan dengan cerita Panji, di Jepara, tepatnya di Dukuh Nglencer, Desa Bucu, Kecamatan Nalumsari terdapat kisah “Sendang Bidadari” yang mirip dengan legenda Jaka Tarub dengan 7 bidadari. Menurut Poerbatjaraka (1968), dalam buku “Tjerita Pandji Dalam Perbandingan” bab Tjerita Pandji dalam Serat Kanda dikisahkan hubungan Kadipaten Djungmara, yaitu Jepara pada jaman dulu, dengan kerajaan Kahuripan. Kadipaten Djungmara dipimpin oleh Adipati Sendang Garba yang merupakan masih sanak saudara dengan Raja Djenggala atau Kahuripan.

Atas dasar daripada itulah, lakon Dewi Srigading ini muncul dengan mengaitkan kesenian yang berkembang di Nusantara, termasuk ciri cerita Panji yang terdapat cerita-cerita dewa dewi.

Candrakirana Diculik Perompak

Maseko menambahkan, kisah Dewi Sri Gading dimulai dari munculnya Batara Kala ketika melihat Kerajaan Kahuripan dari atas pulau Jawa ketika mengembara mengelilingi dunia. Betara Kala melihat di Kerajaan Kahuripan orang bergembira atas kelahiran putra pangeran Mahkota. Pemandangan yang sama juga nampak di Kerajaan Daha. Raja beserta keluarga kerajaan berpesta pora atas kelahiran putrinya. Putra dan putri masing-masing kerajaan yang dikemudian hari akan diperjodohkan untuk mempersatukan kedua kerajaan.

Rupanya Batara Kala tak senang melihat pemandangan yang terjadi di Kahuripan dan Daha. Sebab, dengan menggelar pesta itu para raja lupa memberikan persembahan kepada dewa-dewi. Apa yang telah dilihat Batara Kala itu, lalu disampaikan kepada Batara Guru bahwa raja Kahuripan dan Daha telah lupa diri. Batara Guru lalu memberikan perintah kepada Batara Kala untuk menghukum kedua keluarga kerajaan tersebut. Hukumannya adalah memisahkan putra mahkota kerajaan Kahuripan, Panji Inu Kertapati dengan putri Daha, Dewi Candrakirana.

Perpisahan keduanya bermula saat Dewi Candrakirana diculik oleh sekawanan perompak. Dewi Candrakirana hendak dibawa berlayar menuju Tumasik. Namun di tengah pelayaran, kapal perompak itu dihantam badai saat melewati selat Muria. Suatu hari Mbok Rondo dan kemenakannya, ketika melintas di pesisir pantai Utara melihat seorang gadis kecil terkapar di bawah pohon Sri Gading. Selanjutnya, anak itu kemudian dirawat dan dibesarkan oleh Mbok Rondo dan diberi nama Dewi Sri Gading.

Setelah sekian tahun berlalu, mengetahui jodohnya telah diculik, Panji Inu Kertapati meminta izin kepada ayahandanya untuk mencari Dewi Candrakirana. Dengan siasat menyamar sebagai pengamen kentrung, Inu Kertapati menggunakan nama samaran Kelana Wirasaba dan menuju ke Jungpara bermaksud mencari tumpangan kapal yang akan berlabuh ke Tumasik. Sesampai di sebuahh pasar Kadipaten Jungpara, ia bertemu dengan seorang penari Janggrung, yang tak lain adalah Dewi Sri Gading (Dewi candrakirana). Saat itu Gading sedang mendapat perlakukan tak pantas dari Surodimedjo yang bermaksud untuk memperistrinya. Wirasaba berusaha membela Gading, dan seketika itulah terjadi keributan antara Wirabasa dan Surodimejo.

Mereka yang bertikai kemudian dihadapkan ke Adipati Jungpara yaitu Adipati Sendang Garba yang tak lain adalah paman dari Panji Inu Kertapati. Dalam peristiwa itulah, maka semuanya menjadi terang benderang, bahwa Dewi Sri Gading penari Janggrung adalah Dewi Candrakirana putri kerajaan Daha, sedangkan Kelana Wirasaba atau pengamen kentrung itu tak lain adalah Panji Inu Kertapati putra mahkota kerajaan Kahuripan. Akhirnya Panji menuntaskan pencariannya, dan pertemuan itu dirayakan penuh suka cita dengan menggelar seni tari Janggrung dan kentrung yang dikemudian hari oleh masyarakat Jepara kolaborasi kedua jenis kesenian itu lebih dikenal dengan seni Emprak.

Kisah Lakon “Dewi Srigading” merupakan hasil kreasi yang diadaptasi dari berbagai sumber pustaka antara lain Hikajat Pandji Kuda Semirang (3-42. Poerbatjaraka), Tjerita Pandji Dalam Serta Kanda (81-98. Poerbatjacaraka) terlebih di Pupuh 320 –Asmarandana- dan Pupuh 330 – Asmarandana- yang menjelaskan peran Sendang Garba dari Kadipaten Djungmara atau Jungpara. Selain itu, dari cerita dan legenda yang berkebang di Kabupaten Jepara, menjadi sumber pustaka antara lain Legenda Syeh Jondang yang berkisah tentang seorang ulama yang menyebarkan agama Islam, dan munculnya seni Kentrung melalui cerita tutur di Desa Jondang, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. Lalu cerita “Asal Usul Teluk Awur” berkisah asal muasal desa Teluk Awur, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Manuskrip naskah lakon “Sandiwara Kemuning” dan  essai “Seni Emprak Sido Mukti Mbah Kasturi Kepuk-Bangsri” oleh Eko BS. Termasuk melakukan wawancara tentang seni emprak dengan Mbah Kasturi (70 th) pendiri dan pelaku seni emprak Sido Mukti Kepuk, Senawi (41 th) pelaku seni Emprak Sido Mukti, Sriyono (32) pelaku Seni Emprak dan ketua Yayasan Gamapetra Kepuk. Wawancara mengenai seni Kentrung dengan pelaku Mbah Madi (58 th).

Cerita lebih lengkap soal Dewi Srigading ini dapat disaksikan dalam Webinar Budaya Panji: “Cerita Panji dari Jepara,” Jum’at malam, pukul 19.00 – 21.00 WIB, tanggal 24 Januari 2025, dengan narasumber Maseko (sutradara Teater Lentera Jepara), dan Kustam Ekajalu (Ketua Dewan Kesenian Daerah Jepara).

Silakan bergabung melalui saluran zoom https://us02web.zoom.us/j/9302693493?pwd=hxQRqOkloTqSc5M9juDHYJOnZ8aqGC.1&omn=88442953521

Meeting ID: 930 269 3493

Passcode: PANJI

Acara rutin bulanan ini sudah menginjak seri ke-55, diselenggarakan oleh Komunitas Seni Budaya BrangWetan dan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Jawa Timur. (hnr)

In category:
Related Post
no-img
BOARD GAME CERITA PANJI AGAR DITERIMA ANAK MUDA

Board game adalah permainan papan, misalnya Monopoli, Scrabble, Chess, Che...

no-img
TEROBOSAN KREATIF, WAYANG KULIT BEBER SMAN 1 PACET

Catatan Henri Nurcahyo INILAH sebuah terobosan baru yang kreatif. Wayang be...

no-img
Candrakirana Diculik Perompak, Lahirnya Kesenian Emprak

Catatan Henri Nurcahyo   Kesenian Emprak  adalah bentuk kesenian sepe...

no-img
Topeng dan Penyamaran Dalam Cerita Panji

  Catatan Henri Nurcahyo Bicara soal Panji seringkali merujuk pada fig...

no-img
Dari Festival Panji ke Festival Panji

Catatan Henri Nurcahyo   TAHUN 2016, saya dihubungi via telepon oleh B...

no-img
Perjalanan Program Gerak Budaya Panji

Catatan Henri Nurcahyo GERAK Budaya Panji sudah semakin membahana dalam sat...

  • 1,178
  • 100