Komisi D: Program Toleransi Brangwetan Harus Diakomodasi Pemerintah

no-img
Komisi D: Program Toleransi Brangwetan Harus Diakomodasi Pemerintah

SIDOARJO: Ketua Komisi D Kabupaten Sidoarjo, Abdullah Nasikh, menyatakan bahwa pemerintah harus memandang apa yang dilakukan BrangWetan dengan program toleransi adalah sebuah contoh baik yang harus diakomodasi. Karena itu pemerintah, yang kali ini diwakili oleh lima OPD, perlu membuka peluang yang seluas-luasnya dengan menggandeng BangWetan yang sudah punya pengalaman dan resources luar biasa berupa modul dan buku-bukunya.

Hal tersebut disampaikan Abdullah Nasikh dalam kesempatan hearing Komisi D DPRD Kabupaten Sidoarjo, Senin (28/11/2022) dengan Komunitas Seni Budaya BrangWetan yang melaporkan pelaksanaan program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air (CBCTA)” yang sudah dimulai tahun 2020 dan segera akan berakhir awal tahun depan. Dalam acara yang berlangsung di Ruang Rapat Komisi D Sidoarjo itu Koordinator Program CBCTA, M. Masrullah, menyerahkan rekomendasi pelaksanaan program kepada Ketua Komisi D, semua OPD yang hadir dan perwakilan sekolah peneriman manfaat.


Sementara Ketua Komunitas Seni Budaya BrangWetan, Henri Nurcahyo, menjelaskan meskipun BrangWetan membawa nama seni budaya namun lembaga ini bukan hanya bergerak dalam bidang seni budaya secara sempit. “Dalam hal ini program kami adalah menangkal bahaya radikalisme dan intoleransi melalui seni budaya,” ujarnya.
Hadir dalam acara ini adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yaitu Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Disperpusip), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud), Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora), serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Sidoarjo.

Nasikh juga mengutip pujian dari Bupati Sidoarjo ketika meresmikan acara Festival Toleransi yang diselenggarakan oleh Komunitas BrangWetan baru-baru ini, dimana program tersebut dilakukan secara bottom up dan bukan hanya menggantungkan pemerintah atau topdown saja.

Menurutnya, program-program BrangWetan sangat berkorelasi langsung dengan RPJMD Sidoarjo tahun 2020 – 2025 yang memunculkan indikator baru yaitu Indikator Kesalehan Sosial (IKS) yang meliputi Toleransi, Kesetiakawanan Sosial, dan Ketertiban Umum. Sampai dengan tahun 2022 IKS sudah dijalankan oleh pemerintah sebesar 97 persen. Artinya, diharapkan sampai dengan berakhirnya masa jabatan pemerintah di Sidoarjo tidak ada lagi kasus-kasus intoleransi, tidak ada ancaman ketertiban umum, dan juga terbangunnya solidaritas atau kesetiakawanan masyarakat di Sidoarjo.

“Karena itu bagaimana caranya program BrangWetan ini dapat gayung bersambut dengan program pemerintah, khususnya dengan stakeholder yang berhubungan dengan toleransi,” tegasnya.
Selain Nasikh, anggota Komisi D lainnya yang hadir adalah Bangun Winarso, Ainun Jariyah, Riza Ali Faizin, Yahlul Yusar, Thoriqul Huda, Kasipah, dan Wahyudin. Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan Sekolah Penerima Manfaat program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air II” yaitu SMPN 1 Taman, SMPN 1 Waru, SMPN 1 Gedangan, SMAN 1 Gedangan, dan MA Nurul Huda Sedati, Sidoarjo, di mana masing-masing perwakilan mereka menyampaikan testimoni selama bekerjasama dengan Komunitas BrangWetan.

Ditambahkan Nasikh, bahwa pada masa sekarang ini sudah seharusnya kita tinggalkan analisis “siapa lawan siapa kawan” sebagaimana didoktrinkan pada masa lampau dengan analisis SWOT. Tetapi pada masa sekarang ini hal itu sudah kadaluwarsa, harus sudah diganti dengan era kolaborasi, koordinasi dan partisipasi. Itulah yang paling penting. Karena itu peran sekolah sangat penting bagaimana menjadikan anak-anak didik memiliki jiwa toleransi. Peran sekolah dalam masalah intoleransi yaitu pada ranah pencegahan. Sedangkan ranah yang lain adalah penegakan.
Sementara perwakilan dari Disperpusip mengharap pemerintah dapat memperluas program BrangWetan ini, jangan hanya 5 sekolah saja, melainkan ke semua sekolah bahkan ke semua masyarakat agar berprilaku toleransi. Hal yang sama juga disampaikan oleh perwakilan SMAN 1 Gedangan dan juga Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Sidoarjo, serta anggota Komisi D.


Nasikh juga sependapat dengan pernyataan dari SMAN 1 Gedangan bahwa program toleransi ini bukan hanya untuk kepentingan 1-2 tahun ke depan melainkan bisa jadi baru akan kelihatan 10-15 tahun ke depan. Lantas dicontohkannya kasus Bom Gereja di Surabaya tahun 2018 di mana pelakunya satu keluarga. Ternyata salah satu pelakunya, yaitu kepala keluarga, sudah terpapar dengan paham radikalisme ketika masih duduk di bangku SMA. Jadi dunia pendidikan menjadi fondasi yang paling dasar untuk menanamkan jiwa toleransi agar dapat menangkal bahaya radikalisme. Terpaparnya radikalisme pada seseorang bukan hanya karena melihat tivi atau membaca koran saja melainkan sudah terpapar sejak usia dini.

“Kita bisa melihat bagaimana SKI (Seksi Kerohanian Islam) di sekolah-sekolah bisa disusupi oleh paham radikalisme,” ujar Nasikh.

Berdasarkan penelitian oleh FKUB bahwasanya potensi konflik di Sidoarjo ini bukan karena konflik ekonomi atau disparitas kaya miskin, tidak juga potensi sosial, tetapi soal agama dan ras yang dapat menimbulkan konflik horisontal. Ini PR besar kita semua khususnya mereka yang bergerak di dunia pendidikan. Karena itu Toleransi dapat menjadi program ruh prioritas yang ada di Sidoarjo karena intoleransi dan radikalisme merupakan ancaman yang nyata.


Nasikh juga mengingatkan, kalau dulu kita gampang mendeteksi orang-orang yang terpapar radikalisme. Misalnya (mohon maaf) bercelana cingkrang, suka menyendiri, tidak mau membaur dengan masyarakat sekitar, pekerjaannya aneh-aneh, dan sebagainya. Tetapi hari ini tidak seperti itu. Mereka juga membaur dengan masyarakat, pakaiannya juga biasa, perlente, bahkan tempo hari ada yang seorang dokter. Kesemuanya ini merupakan ancaman yang semakin susah dideteksi sehingga menjadi kewajiban untuk membekali anak-anak kita dengan pendidikan toleransi.
Lantas Nasikh meminta agar segera dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang lebih substantif dan mengena dengan leading sector Dinas Pendidikan, di mana Komisi D DPRD Kab. Sidoarjo akan ikut menyertakan 1-2 orang anggotanya. Prinsipnya semua sekolah, mulai dari SD, bisa ikut dalam program pendidikan toleransi ini. Kalau perlu bagaimana caranya ada muatan lokal berupa pendidikan toleransi.

Hal ini didukung oleh anggota Komisi D yang lain, agar secepatnya dilaksanakan FGD sehingga bisa muncul kesimpulan apa yang akan dilakukan bersama. Komisi D siap mengawal untuk menjadikan Sidoarjo sebagai Kota dan Wilayah yang Ramah Toleransi. Bahkan Komisi D akan melakukan silaturrahim ke sekolah penerima manfaat program BrangWetan ini. Tidak hanya Sekolah Ramah Anak, tetapi juga Sekolah Toleran. (*)

In category:
Related Post
no-img
Guru Penggerak Juga Menggerakkan Toleransi di Sekolah

SIDOARJO: Para Guru Penggerak memiliki tugas utama sebagai inisiator pembel...

no-img
Perwakilan USAID Kunjungi SMPN 1 Taman, Sidoarjo

SIDOARJO: SMPN 1 Taman Sidoarjo mendapat kehormatan menerima kunjungan perw...

no-img
Siswa Jadi Agen Perubahan Wujudkan Toleransi di Sekolah

MOJOKERTO: Para siswa dapat menjadi agen toleransi dan perubahan untuk mewu...

no-img
Ekosistem Toleransi Berlaku untuk Semua Warga Sekolah

SIDOARJO: Mewujudkan Sekolah Toleransi tidak hanya sebatas ucapan dan admin...

no-img
Tiga SMPN Sidoarjo Jadi Percontohan Sekolah Toleransi

PASURUAN:  Program Sekolah Toleransi yang dilaksanakan oleh Komunitas Seni...

no-img
Kasus Intoleransi Meningkat, Insan Pendidikan Harus Rapatkan Barisan

PASURUAN:  Kasus intoleransi di Indonesia mengalami peningkatan drastis. D...