Cerita Cinta 50 Tahun Wanala Universitas Airlangga
Penulis : A’an Diane
Editor : Henri Nurcahyo
Kontributor : A’an Diane/ Diane Boedi Ariaty (Diklat IX, 1987), Taminabuan (Diklat VI, 1984), Yoyok Tet (Diklat II, 1979), Yustinus (Diklat VI, 1984), M. Faishal Tamimi (Diklat 36, 2014), Djoko Triatmo Ali (Diklatsar VII, 1985), Rahmat Irwanto (Iwan diklat 24, 2002), Makhsus (pendiri Wanala), Nadya Noor (Diklatsar 42), Topan, Erni Suyanti Musabine (Diklat XVII), Fitri (Diklat XI), Gogor Waseso (Diklat 10), Derajat (Diklat 2), Nana (Diklat 2), Sigit (Diklat 23), Reffi (Diklat 43).
Perancang Cover : Andri Adi Wijaya
Grafis dan Tataletak : Andri Adi Wijaya – Frida Erli Andini
Ukuran buku : xv + 203, halaman, 21 x 25 cm
Penerbit : Komunitas Seni Budaya BrangWetan
MENANDAI usianya yang 50 tahun pada tahun 2024, organisasi Mahasiswa Pencita Alam (Wanala) Universitas Airlangga menerbitkan buku kenangan. Apalah artinya pengalaman, prestasi, dan segudang cerita selama setengah abad kalau hanya menjadi cerita tak tertulis yang hanya diingat masing-masing pelakunya? Apalagi sejumlah nama anggotanya yang tahu banyak soal Wanala sudah meninggal dunia.
Beberapa capaian prestasi Wanala misalnya, Ekspedisi Seven Summit, Ekspedisi Cartensz, Ekspedisi Alas Purwo, Ekspedisi Tambora, Aconcagua, Denali, juga Mt Elbrus di Rusia, dan terjun sebagai relawan dalam mengatasi dampak bencana gempa bumi dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Lantas, bagaimana ceritanya sejumlah ekspedisi tersebut? Itulah salah satu kegunaan menerbitkan buku kenangan 50 Tahun Wanala Unair ini. Bukan hanya soal pendakian, Wanala Unair juga punya cerita tersendiri bagaimana menjadi relawan banjir, gempa bumi, tsunami, kecelakaan di laut, juga menjadi tenaga pengajar pemberantasan buta huruf. Kesemuanya itu menarik untuk dikisahkan kembali, disebarluaskan, agar diketahui generasi muda Wanala tentang aktivitas para seniornya. Namun juga penting bagi Wanala sendiri sebagai dokumentasi berharga yang tentunya bisa bermanfaat bagi kalangan pecinta alam lainnya maupun masyarakat luas.
Buku ini berisi tuturan pengalaman para anggota Wanala yang berhasil dan bersedia menuliskan pengalamannya sendiri. Namun sebagian besar berupa transkripsi wawancara yang dilakukan oleh A’an Diane (Diane Boedi Ariaty, Diklatsar IX, 1987) yang sekaligus menjadi koordinator naskah. Tidak gampang mengumpulkan bahan-bahan buku ini. Persiapan penulisan buku yang sudah direncanakan sejak awal tahun 2022 nyaris tidak mengalami kemajuan yang berarti. Satu demi satu alumnus Wanala dihubungi, diminta menulis, atau diwawancarai, toh tidak semuanya berhasil.
Dalam Kata Pengantarnya, Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., menuturkan, buku yang ada di tangan Anda ini adalah sebuah perayaan atas sejarah panjang WANALA. Di sini, kita bisa melihat kembali bagaimana semuanya dimulai, dengan semangat dan dedikasi. Tidak hanya sejarah, buku ini juga mengajak kita melihat berbagai prestasi luar biasa yang telah dicapai. Kawan-kawan WANALA telah berhasil menjejakkan kaki berbagai puncak tertinggi di dunia! Pencapaian ini tidak hanya membanggakan bagi Universitas Airlangga, tetapi juga bagi Indonesia. Ukiran sejarah dan torehan prestasi ini akan menjadi fondasi kuat yang selalu menginspirasi tidak hanya generasi penerus WANALA, tapi segenap Ksatria Airlangga.
Sekarang ini Wanala, sebagaimana organisasi Pecinta Alam di kampus lainnya, sudah menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yaitu merupakan organisasi intra universitas yang berfungsi sebagai penyalur aspirasi kegiatan mahasiswa di bidang minat pecinta alam. Buku ini disusun sebagai sebuah antologi tulisan dan dituturkan secara mengalir dalam bahasa yang enak dibaca. Ini bukan buku ilmiah hasil penelitian melainkan sebagai sebuah bacaan populer perihal perjalanan Wanala selama setengah abad. Ada banyak kekurangan yang masih belum sempat dilengkapi. Namun mengingat tenggat waktu yang mendesak maka mau tidak mau buku ini harus diselesaikan pada tahun 2024, tepat 50 Tahun Wanala.
“Lima puluh tahun sudah Wanala berdiri, dan sampai sekarang masih terus beraktivitas. Saya salut dan merasa terharu, bahwa adik-adik saya ternyata mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas Wanala. Terima kasih,” ujar Ibnu Purna, salah satu pendiri Wanala. (hn)