ANEKDOT SENIMAN AMANG RAHMAN JUBAIR
Judul Buku : ANEKDOT SENIMAN AMANG RAHMAN JUBAIR
Penulis : Henri Nurcahyo
Ukuran buku : A-5, 21 cm x 14,8 cm
Kertas isi : Book paper BW
Tebal buku : 188 halaman
DIKENAL sebagai pelukis surrealis dan kaligrafi, Amang Rahman Jubair (1931 – 2001) adalah salah satu tonggak seni rupa Surabaya, pendiri Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera), dan Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Namun secara pribadi, pelukis keturunan Arab ini memiliki sisi yang jenaka. Antara lukisan dan kesehariannya bagaikan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Hal ini mengingatkan pada sosok Abunawas atau Nasrudin Hoja, yang perkataannya bernada filosofis sekaligus humoris. Koleksi anekdot Amang Rahman seakan tidak pernah ada habisnya. Yang menarik, hampir semuanya adalah kisah tentang dirinya sendiri. Bukan kisah fiktif.
Bagaimanapun keberadaan seorang Amang Rahman tidak bisa hanya semata-mata dipandang dari karya-karya lukisannya yang surealistis. Juga puisi-puisinya yang sufistik. Namun juga koleksi anekdotnya yang luar biasa jenaka.
Semua anekdot yang diceritakan oleh Amang Rahman adalah mengenai kisah yang dialaminya sendiri. Bukan fiksi. Ironisnya, kelucuannya justru terletak pada penderitaan dan kemiskinannya. Hanya belasan tahun menjelang kematiannya, Amang sempat menikmati buah manis hasil karyanya. Hal ini seusai berpameran di beberapa negara Arab yang menjadikan lukisan kaligrafinya laris manis. Namanya mulai naik daun sehingga karya-karya surealisnya juga banyak diminati kolektor.
Buku ini menghimpun puluhan anekdot seniman, khususnya Amang Rahman, yang dikisahkan kepada teman-temannya, dan kemudian dikumpulkan oleh Henri Nurcahyo, salah seorang sahabat yang juga wartawan dan penulis seni budaya.
Dalam buku ini kita bisa mengetahui bahwa seorang Amang Rahman seringkali menertawakan nasibnya sendiri yang menderita dan kerap mengalami kesulitan dalam urusan ekonomi. Namun justru hal itu malah menimbulkan kelucuan yang pahit. Lucu yang sekaligus menyakitkan. Bagaimana Amang bisa menyiasati ketika tanpa memegang uang sama sekali namun bisa menumpang kendaraan dan memesan makan di restoran. Itu hanya salah satunya.
Amang yang dikenal sebagai perokok berat dan berkali-kali sakit masih bisa saja mengakali dokter yang sudah bosan memeriksanya. Dia juga bisa mendapatkan sangu dari sahabat-sahabatnya buat beli tiket pulang dari Jakarta ke Surabaya dengan cara-cara yang cerdik sekaligus jenaka. Dia bisa merayu pramugari dan perempuan cantik tanpa ada kesan pelecehan sama sekali lantaran orang melihatnya sebagai lelaki tua yang serius dan sosok pelukis yang religius.
Sebagian cerita dalam buku ini pernah dimuat di rubrik Anekdot Seniman di Harian Jawa Pos, puluhan tahun yang lalu. Belakangan saya muat ulang di blog, saya posting di FB, bahkan ada beberapa yang saya kisahkan melalui channel Youtube. Dan sekarang, kesemuanya saya tuliskan ulang dalam buku ini, termasuk kisah-kisah yang belum pernah dimuat sama sekali. Rasanya masih banyak yang bisa ditulis. Bukan hanya tentang Amang secara langsung melainkan seniman-seniman lain yang menjadi sahabatnya.
Penerbitan buku ini sekaligus ikut menyemarakkan pameran lukisan Amang Rahman yang diselenggarakan oleh Orasis Artspace Surabaya, bulan Februari 2026. Sebuah kebetulan yang sangat menarik, karena tahun 2026 ini persis 25 tahun Amang meninggal dunia tahun 2001. Bahkan, dihitung dari tahun kelahirannya, 1931, berarti tahun ini persis 95 tahun.
Kumpulan anekdot ini tentu akan menarik manakala dibacakan secara langsung sebagaimana stand up comedy yang sedang populer selama ini. (hnr)