MAAF SAYA BUKAN PENYAIR
Judul Buku : MAAF SAYA BUKAN PENYAIR. Antologi Puisi Henri Nurcahyo
Penulis : Henri Nurcahyo
Tebal buku : 82 halaman, 14×20 cm
Penerbit : Komunitas Seni Budaya BrangWetan
APAKAH yang disebut puisi itu harus berupa rangkaian kata-kata yang sulit dipahami maknanya? Apakah yang namanya puisi itu memang hanya dapat dimengerti oleh kalangan penyair dan seniman saja? Apakah puisi memang tidak perlu dimengerti dan dipahami, melainkan cukup dinikmati saja? Kalau memang jawabannya adalah “ya” maka dengan tegas saya katakan, “Maaf Saya Bukan Penyair”.
Apapun sebutannya, “puisi” yang selama ini saya tulis adalah puisi yang mudah dipahami oleh siapa saja. Kalau toh tidak diakui sebagai puisi juga tidak masalah bagi saya. Tetapi adalah hak bagi saya untuk menyebut karya-karya saya ini adalah puisi, setidaknya menurut kriteria saya sendiri.
Yang jelas, karya-karya yang terkumpul dalam buku ini memang sengaja ditulis dalam bahasa sederhana, mudah dipahami oleh siapa saja dan tidak perlu mengerutkan kening. Kemampuan saya memang seperti itu, menulis puisi (apapun sebutannya) dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Kalau bisa dibuat mudah, mengapa dipersulit?
Hampir semua karya dalam buku ini saya tulis lantaran sedang terlibat dalam suatu kegiatan, dan dibacakan dalam kegiatan tersebut. Ini bukan puisi kamar, yang ditulis sambil merenung dan harus menyepi. Banyak puisi yang saya tulis ini justru ketika sebuah seminar sedang berlangsung. Lantaran memang dimaksudkan untuk dibacakan itulah maka jadilah puisi ini puisi yang cair, puisi yang sederhana, dan bukan puisi kamar yang perlu dicermati secara khusus.
Buku ini berisi kumpulan karya puisi dengan tema lingkungan hidup, puisi-puisi pendek dengan tema meditasi (yang ditulis saat mengikuti retret di vihara arama Singaraja, Bali), dan puisi-puisi umum yang berisi berbagai tema. Semua puisi-puisi ini ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siapa saja.
Beberapa puisi tema lingkungan antara lain: Nyanyian Para Pohon; Sajak Hutan; Sajak Bambu; Kenalkan Namaku Mangrove; Sajak Tentang Bumi; Aku Cemburu Kepada Walhi; Cintaku Berlabuh Di Pantai Oesapa, dan Senja Di Pantai Senggigi.
Sedangkan puisi-puisi umum misalnya: Maaf Saya Bukan Penyair; Suroboyo Kota Ludrukan; Jalan Lingkar Stadion Utama Gelora Bung Karno; Panji, Siapakah Kamu; juga tentang Reuni dan Malioboro. (*)