Perjalanan Program Gerak Budaya Panji

no-img
Perjalanan Program Gerak Budaya Panji

Catatan Henri Nurcahyo

GERAK Budaya Panji sudah semakin membahana dalam satu dasawarsa belakangan ini. Bahkan sudah melebar dari wilayah Jawa Timur yang dipercaya sebagai tempat kelahiran Cerita Panji. Berbagai acara bertema Panji sudah diselenggarakan dimana-mana, mulai yang berskala internasional, nasional, setingkat provinsi, selingkup kota atau kabupaten, maupun forum kecil di lingkungan komunitas tertentu. Termasuk juga, tema Panji dilekatkan pada acara-acara lain yang tidak secara khusus membahas Panji. Pertanyaannya, apakah makna dari kesemuanya ini?

Pertama-tama, marilah kita baca bagaimana pemetaan Gerak Budaya Panji ini. Pada mulanya, semuanya ini berasal dari sebuah acara bernama “Pertemuan Seni Panji” di Pusat Kerjasama Budaya dan Bahasa Prancis (CCCL) Surabaya tanggal 12 Agustus 2004,  diprakarsai oleh Soeprapto Suryodarmo (Padepokan Lemah Putih Solo), Lydia Kieven (arkeolog dan pakar Panji), Djarot Budidarsono, Diane Buttler, Suryo Wardoyo Prawiroatmojo (Ashoka Fellow dan pegiat lingkungan dan budaya, Trawas), Sinarto, Widodo Basuki, dan sejumlah nama lagi.

Tujuan dan harapan pertemuan waktu itu antara lain:

  1. Menyamakan dan menyatukan persepsi serta visi tentang seni berbasis Panji.
  2. Revitalisasi dan revival budaya berlandaskan Panji untuk membangkitkan semangat dan jiwa serta jatidiri kepribadian Jawa, demi menghadapi tantangan globalisasi yang dapat mengeliminasi dan memarginalisasi budaya adiluhung.
  3. Membicarakan rencana penyelenggaraan suatu program Panji yang komprehensif, menurut tataran seni budaya, sosiologi, sejarah sampai penanaman kebangsaan pada generasi muda.
  4. Membicarakan kemungkinan adanya suatu “Panji Centre” yang menggalang poros seni budaya Panji: Bali – Jawa Timur – Jawa Tengah dan DIY serta jaringan di negeri berbudaya Panji, seperti Thailand, Cambodia dan Champa (Vietnam Selatan).

Pertemuan tersebut lantas menghasilkan tekad, bahwa pada tahun 2005, tepat 60 tahun Indonesia merdeka pantas menjadi saat yang sesuai untuk penyelenggaraan suatu acara besar skala internasional berpusat pada Budaya Panji, yaitu; membahas berbagai segi lewat workshop, seminar, pelatihan, kajian ilmiah, diskusi serta pertunjukan tentang berbagai bentuk budaya Panji; seni gerak, bunyi, kriya, lukis, motif, performance art, sastra, arsitektur bangunan dan pertanian. Juga demo misalnya membahas sulukan dan janturan Panji Majapahitan, ritual desa, nilai sakral topeng, ruwatan dan sebagainya. Peserta direncanakan semua wilayah yang berbudaya Panji; Siam (Thailand), Khmer – Kambodia, Champa (Vietnam), Panji Melayu serta wilayah-wilayah di Jawa, Bali dan Lombok.

Sayang sekali gagasan besar tersebut tidak sempat terlaksana sesuai jadwal, dan baru pada tahun 2007 sebuah seminar besar bertema Panji diselenggarakan di Universitas Merdeka Malang, dan acara kecil di Trawas. Inilah titik awal Gerak Budaya Panji yang muncul ke permukaan dalam bentuk kajian ilmiah. Satu tahun berikutnya, November 2008, acara yang lebih lengkap diselenggarakan selama dua hari di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman Trawas dan Candi Patirtan Jalatunda, dengan nama Pasamuan Budaya Internasional Panji. Selain seminar, juga digelar pameran topeng, pergelaran Wayang Topeng dan kesenian tradisi, juga performance art yang melibatkan seniman dari Solo, Jawa Tengah, Indramayu, dan Jepang serta Inggris. Pada saat inilah Dewan Kesenian Jawa Timur sebagai salah satu penyelenggara mencanangkan program Konservasi Budaya Panji dan mengusulkan agar Cerita Panji sebagai ikon budaya provinsi Jawa Timur.

????????????????????????????????????

Tahun 2009, Dewan Kesenian Jawa Timur secara mandiri menyelenggarakan Festival Panji di Blitar selama dua hari, yaitu seminar dan pameran di kompleks Perpustakaan Bung Karno dan berbagai pertunjukan dilaksanakan di Candi Penataran. Acara yang mirip diselenggarakan lagi di tempat yang sama tahun 2010 dengan nama Festival Seni Rupa Panji, yang didahului diskusi di Museum Penataran. Setelah itu, terus menggelinding berbagai acara bertema Panji di even Malang Tempo Doeloe, pameran seni rupa Panji di Jombang, Srawung Seni Candi di Candi Sukuh Karanganyar, Festival Pasar Panji di Solo, seminar internasional dan festival Panji di Museum Paduraksa Candi Borobudur, Festival Panji Nusantara di Blitar lagi, juga di Kediri, dan beberapa even kecil di berbagai daerah.

Klasifikasi Gerak Budaya Panji mewujud dalam beberapa bentuk acara:

  1. Dalam bentuk PERGELARAN seni pertunjukan melalui festival atau semacamnya, selain yang sudah disebutkan di atas, dilangsungkan Festival Panji Internasional di Thailand (Maret 2013), dan Festival Topeng Internasional di Solo (2014). Yang berlangsung rutin tiga kali berturut-turut (2013, 2014, 2015) adalah Festival Panji di Blitar yang melibatkan peserta siswa SD, SMP, SMA dan kalangan sanggar seni. Disamping juga beberapa acara yang tidak terkait langsung dengan Panji seperti Karnaval Topeng dan semacamnya (Malang dan Kediri). Dan juga tahun 2016 Kabupaten Kediri mencanangkan tema “Panji Pulang Kampung” dalam memperingati Hari Jadi Kabupaten Kediri ke 1222. Yang menarik di event ini, ada Lomba Melukis Wayang Beber Bertema Panji oleh kalangan pelajar. Hal ini dapat sebetulnya dapat dijadikan event tahunan sebagaimana di Blitar dalam hal seni pertunjukannamun sayang tidak berlanjut.

Catatan lama menyebutkan, pernah dibuat Topeng Panji maskot Bantul Ekspo (2007) yang berhasil memecahkan rekor MURI sebagai topeng terbesar. Topeng yang berukuran tinggi 4,40 meter, lebar 3,5 meter dengan ketebalan 100cm berhasil mengungguli topeng Penthul Tembem dalam Gelar Budaya Purworejo 11 Mei 2006 dengan tinggi 1,8 meter dan lebar 1,6 meter.

  1. SEMINAR atau kajian ilmiah dilakukan di Unmer Malang (2007), Seminar Internasional di Malang (2010), seminar di Blitar dalam kaitan Festival Panji Nusantara (2011), di Museum Paduraksa  Borobudur, ISI Yogyakarta (2014), Perpusnas Jakarta (2014), Balai Soedjatmoko Solo (2014), dan banyak sekali diskusi-diskusi kecil di berbagai kota (Malang, Kediri, Sidoarjo, Tulungagung, Blitar, Jombang, Bandung dll). Dalam seminar di Perpusnas itulah sempat dicetuskan untuk mendaftarkan Naskah Cerita Panji Anggraini ke Unesco sebagai Memory of the World, namun dalam perkembangannya yang didaftarkan adalah semua koleksi Naskah Cerita Panji.
  2. PENERBITAN BUKU pertama kali terkait Budaya Panji dilakukan Dewan Kesenian Jawa Timur (2009) dengan judul  “Konservasi Budaya Panji”(editor Henri Nurcahyo) yang merangkum beberapa makalah dari acara sebelumnya dan prosiding diskusi terbatas di CCCL serta catatan perjalanan Lydia Kieven. Tahun 2014 adalah Tahun Penerbitan Buku Panji yang diterbitkan oleh Depdikbud sebagai prosiding seminar di ISI Yogyakarta (Panji dalam Berbagai Tradisi Nusantara); Buku prosiding seminar Panji di Perpusnas (Cerita Panji sebagai Warisan Dunia); Buku kumpulan artikel berjudul “Topeng Panji. Mengajak Kepada yang Tersembunyi” oleh Balai Soedjatmoko Solo; buku “Menelusuri Figur Bertopi……” yaitu gubahan disertasi Lydia Kieven dan akhirnya “Memahami Budaya Panji” diterbitkan oleh Pusat Konservasi Budaya Panji (ditulis Henri Nurcahyo). Buku yang disebut terakhir inilah satu-satunya buku utuh (bukan antologi makalah) yang memberikan pemahaman dasar bagi kalangan masyarakat umum agar dapat mengenal Budaya Panji. Menyusul kumpulan makalah seminar internasional di Malang (2010) berjudul Panji Pahlawan Nusantara, dan sekian banyak buku lagi.

Sementara dalam bentuk novel ditulis oleh R. Toto Sugiharto dengan judul “Panji Asmarabangun” (2015) yang merupakan gabungan beberapa Cerita Panji. Sebelumnya, Ayip Rosidi pernah menulis novel “Candra Kirana” (2008). Dan jauh sebelumnya lagi Balai Pustaka pernah menerbitkan Panji Sekar (1933), Panji Raras (1933), Panji Dhadhap (1932), semua dalam bahasa dan huruf Jawa, tembang, yang kemudian diterjemahkan dan terbit ulang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Juga pernah ada Serat Panji (Mbedhah Panji Nagari) oleh Soenarko H. Poespito (1979).  Dan masih ada sejumlah buku lain yang sayangnya tidak beredar umum dan sulit ditemukan lagi sekarang. Diantara buku-buku tersebut, yang paling populer dan dijadikan rujukan banyak pihak adalah Ceritera Pandji dalam Perbandingan oleh Poerbatjaraka yang berbahasa Belanda dan diterjemahkan bahasa Indonesia tahun 1968 oleh Penerbit Gunung Agung.

Dewan Kesenian Jawa Timur pernah menyelenggarakan Lomba Cerpen Berbasis Cerita Panji tahun 2012, dan sudah ada pemenangnya. Salah satu cuplikan cerpennya dimasukkan dalam buku “Memahami Budaya Panji”.  (Belakangan kumpulan naskah itu diterbirkan oleh Komunitas Seni Budaya BrangWetan, dengan judul “Metanarasi Panji”, 2019, hn)

  1. MONUMEN Panji justru dilakukan oleh kota Solo semasa Jokowi menjadi Walikota (2005 – 2012) dalam bentuk memajang dekorasi eksterior Topeng-topeng Panji di Pasar Windu, depan stadion Manahan, bahkan di tepi sungai ada Taman Sekartadji berupa deretan topeng-topeng Panji dan relief serta ruang publik. Bersyukurlah Pemerintah Kota Kediri kemudian menghadiahkan sebuah bangunan yang kemudian diberi nama OMAH PANJI (2016) di kawasan wisata Gua Selomangleng yang dikelola sebagai pusat pengembangan industri kreatif. Sebelumnya di kota Kediri juga ada yang namanya TAMAN SEKARTAJI yang sayangnya hanya sekadar nama belaka, sangat berbeda dengan yang ada di Solo. Padahal, Kota Kediri sudah mengklaim sebagai KOTA PANJI dan Kabupaten Kediri sebagai BUMI PANJI. Terakhir, MUSEUM PANJI di Tumpang, Malang, yang diprakarsai oleh Dwi Cahyono, pemilik Restoran Inggil dan Museum Malang Tempo Doeloe (September 2016).
  2. EKONOMI KREATIF: Narsen Afatara yang pernah membuat KOMIK PANJI dan juga film animasi Panji yang merupakan proyek Depdikbud dengan judul “Djaka Kembang Kuning”yang merupakan visualisasi Wayang Beber Pacitan. Sebelumnya, RA. Kosasih juga pernah menulis komik beberapa seri bertema Panji Semirang dan sudah dicetak ulang.

Kemudian Nurryna Nisa Irtidyanti, mahasiswi jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) mahasiswa ITS Surabaya membuat tugas akhir film animasi Panji Kuda Semirang. Juga membuat website dan digital story dan puluhan item bertema Cerita Panji,  mempublikasikan Cerita Panji dalam aplikasi android, serta berbagai merchandize Cerita Panji (cangkir, poster, tas, pembatas ruang, hiasan dinding, kaos, kap lampu, notes mini, gantungan kunci, wayang beber mini dan midi, kalender meja, boneka kayu, wayang karton dan sebagainya).

Sanggar Wayang Topeng Asmarabangun sudah membuat cenderamata Panji dalam bentuk topeng untuk hiasan dinding dan topeng super mini untuk gantungan kunci. Sebuah toko online tokoyogya.net juga menawarkan topeng Panji yang dihias dengan kain batik. Bahkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung Malang pernah melakukan studi excursi untuk membuat alternatif berbagai souvenir berbasis topeng Malang.

Kemendikbud juga menyelesaikan film animasi Panji Semirang dengan pendekatan anak muda (2015). Tetapi Malaysia sudah pernah membuat film layar lebar berjudul PANJI SEMERANG tahun 1961.

  1. KAJIAN AKADEMIS, Universitas Ciputra Surabaya menjadikan Budaya Panji sebagai mata kuliah tersendiri selama satu semester. (Disusul Universitas PGRI Adi Buana (UNIPA) Surabaya, 2019, hn). Sedangkan STKW Surabaya sebagai satu-satunya perguruan tinggi kesenian di Jawa Timur dan berada di bawah pengelolaan Pemprov Jatim hanya menyelipkan cerita Panji dalam salah satu mata kuliah, dan mementaskan pergelaran sporadis dengan tema Cerita Panji.
  2. JELAJAH BUDAYA.

(a) Yayasan Pring Woeloeng menyelenggarakan jelajah budaya yang diberi nama “Napas Panji”, dipromotori Yanni Krishnayanni (2015) menjelajah relief candi di Penataran, Gambar Wetan, Mirigambar, Situs Gambyok dan Candi Surowono, dengan narasumber Lydia Kieven.

(b) Pada tahun 2016 Pemkab Kediri dalam kaitan HUT Kediri 1222 juga menyelenggarakan Jelajah Budaya di beberapa candi berelief Panji di Kediri dengan narasumber arkeolog M. Dwi Cahyono.

(c) Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya juga menjelajah candi-candi berelief Panji sejak Candi Kendalisodo di lereng Penanggungan hingga di Blitar, Tulungagung dan Kediri sebagai tugas akhir mata kuliah Budaya Panji (2015). Sementara mahasiswa UK Petra Surabaya mengabadikannya dalam film dokumenter perjalanan ke candi-candi tersebur.

(d) Kalangan pemerhati sejarah Mojokerto menelusuri puluhan candi di lereng Penanggungan (2016). Acara ini sebetulnya dapat dikemas menjadi Wisata Budaya yang edukatif sebagaimana sudah dilakukan oleh Universitas Surabaya (Ubaya) yang menjual wisata petualangan menjelajah candi-candi di lereng Penanggungan, di mana banyak bertebaran candi-candi yang memiliki relief Panji.

Lomba Lukis Payung dalam acara Malang Tempo Doeloe

  1. JARINGAN KERJA:
  2. Tahun 2010 diselenggarakan pertemuan antar pelaku Budaya Panji di LSM Kaliandra, Kab. Pasuruan bersamaan dengan kunjungan tahunan Lydia Kieven. Ada upaya untuk membentuk semacam “sekretariat bersama” antar pelaku Budaya Panji dan Kaliandra sebagai pusatnya. Dan itu ternyata memang tidak mudah mewujudkannya, apalagi menjalankan programnya.
  3. Setahun kemudian, tahun 2011 pernah dicanangkan Tahun Panji Nusantara. Ini hasil keputusan pertemuan di kantor Lembaga Pendididikan Seni Nusantara (LPSN) Jakarta yang diprakarsai oleh Endo Suanda. Program ini berupa merajut berbagai program berbasis Panji di berbagai daerah, bahkan sampai di negara-negara tetangga. Sayang gagasan besar ini tidak terlaksana sesuai rencana.
  4. Tahun 2014, lagi-lagi Lydia Kieven memprakarsai pertemuan para pelaku Panji di Trawas, dilaksanakan selama dua hari, yang kemudian menghasilkan forum komunikasi para pelaku budaya Panji, kemudian lahir website ppanji.org, grup “Pecinta Panji”dan menggagas museum virtual Panji dan menjadikan Yayasan Inggil sebagai pusat sekretariat bersama.
  5. Lantaran masih belum efektif juga, tahun 2015 diadakan pertemuan lagi di Padepokan Mangundarmo, Tumpang, Malang, bersamaan dengan kedatangan Lydia Kieven. Sayang sekali pertemuan ini juga belum menemukan pola yang tepat sebagai program lanjutannya.
  6. Sampai kemudian, Prof. Wardiman Djojonegoro menghubungi beberapa pelaku Panji di Jawa Timur, yaitu Jamran (Kediri), Wima Brahmantya (Blitar) dan Henri Nurcahyo (Sidoarjo), yang  menginginkan ada kesamaan langkah para pelaku Budaya Panji di Jawa Timur sebelum bertemu dengan Gubernur atau Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pertemuan digelar di Resto Inggil, Malang (26/5/2016), dihadiri pelaku Budaya Panji dari Surabaya, Sidoarjo, Malang, Blitar dan Kediri. Hasilnya, menyusun agenda bersama sepanjang tahun 2016, namun masing-masing acara tetap mandiri. Dari pertemuan inilah lahir sebutan Gerak Panji.
  7. Tanggal 15 Juni 2016, atas prakarsa Bapak Wardiman, dilakukan audensi dengan Dirjen Kebudayaan di Jakarta, diikuti Henri Nurcahyo, Dwi Cahyono Inggil, Wardiman, Lydia Kieven, Ibu Yusma (staf Dirjen), Abduh Azis (sekjen Koalisi Seni Indonesia, staf khusus Dirjen), Heri Akhmadi (BPPI). Dijanjikan, tahun 2017 ada Festival Nasional Panji, dan tahun 2018 akan diadakan Festival Internasional Panji.

Catatan kronologis dan pembagian jenis aktivitas ini dimaksudkan agar apa yang dilakukan berikutnya tidak lagi hanya sebatas wacana belaka, melainkan harus langsung kerja kongkrit dengan mengacu hasil-hasil rekomendasi yang sudah pernah dihasilkan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya.

 

(bersambung dengan artikel: Dari Festival Panji ke Festival Panji)

 

In category:
Related Post
no-img
BOARD GAME CERITA PANJI AGAR DITERIMA ANAK MUDA

Board game adalah permainan papan, misalnya Monopoli, Scrabble, Chess, Che...

no-img
TEROBOSAN KREATIF, WAYANG KULIT BEBER SMAN 1 PACET

Catatan Henri Nurcahyo INILAH sebuah terobosan baru yang kreatif. Wayang be...

no-img
Candrakirana Diculik Perompak, Lahirnya Kesenian Emprak

Catatan Henri Nurcahyo   Kesenian Emprak  adalah bentuk kesenian sepe...

no-img
Topeng dan Penyamaran Dalam Cerita Panji

  Catatan Henri Nurcahyo Bicara soal Panji seringkali merujuk pada fig...

no-img
Dari Festival Panji ke Festival Panji

Catatan Henri Nurcahyo   TAHUN 2016, saya dihubungi via telepon oleh B...

no-img
Perjalanan Program Gerak Budaya Panji

Catatan Henri Nurcahyo GERAK Budaya Panji sudah semakin membahana dalam sat...

  • 1,301
  • 99