
KELANA PANJI DI BAKUMPAI
Novel Henri Nurcahyo
Editor : Layli Ramadani
Narasumber : Setia Budhi, Fitri Sei Getas
Tataletak : Henri Nurcahyo
Rancang Sampul : Alek Subairi
Fotografi : Henri Nurcahyo
Ukuran buku : 14,5×21 cm
Tebal buku : 240 halaman
Penerbit : Komunitas Seni Budaya BrangWetan
PANJI KERTAPATI, lahir dan besar di Kediri, tempat Cerita Panji berasal. Lantaran kesamaan namanya dia tergerak untuk berkelana, meniru Raden Panji Asmarabangun. Dia ingin merasakan dan mendapatkan pengalaman yang tentu sangat berharga dalam hidupnya. Panji Kertapati berkelana ke Bakumpai, sebuah daerah di tepi Sungai Barito, Kalimantan Selatan. Panji menemukan banyak hal di sana. Mulai dari tari Topeng yang memesona, ritual Sampir yang sakral, termasuk juga bertemu dengan seorang gadis cantik yang dikenalnya melalui media sosial.
Bakumpai bukan hanya nama daerah (kecamatan) namun juga nama sebuah suku tersendiri, yang merupakan pecahan dari suku Dayak, khususnya Dayak Ngaju. Jika etnis Dayak identik dengan habitatnya di hutan-hutan, maka Bakumpai identik dengan sungai. Orang Bakumpai adalah Orang Sungai. Mereka mendiami pesisir Sungai Barito di Kalimantan Tengah hingga ke Kalimantan Selatan. Berbeda dengan masyarakat Dayak yang sebagian besar masih menganut agama Kaharingan, namun Bakumpai secara statistik sudah seratus persen Islam. Hanya saja, sebagian etnis Bakumpai masih mempertahankan budaya Kaharingan berupa pemanggilan roh leluhur yang diwujudkan dalam ritual adat. Inilah yang terjadi dalam Sampir di wilayah kecamatan Bakumpai, khususnya di kampung Sei Getas desa Lepasan. Sangat berbeda denga di seberang barat sungai Barito, kecamatan Marabahan, di mana keislamannya sedemikian kental.
Karena itulah novel ini juga menggambarkan secara deskriptif, apa itu etnis Bakumpai, seni topeng, ritual Sampir, dan hal-hal terkait dengan adat istiadat setempat. Semuanya adalah fakta yang jelas sumbernya. Demikian pula nama-nama tempat adalah juga fakta, bukan nama imajinatif. Sementara penyebutan nama orang ada yang fakta, ada yang imanjinatif. Nama yang fakta manakala terkait dengan deskripsi sedangkan nama imajinatif terkait dengan peristiwa yang melibatkannya. Oleh karena itu novel ini bukan semata-mata imajinatif belaka melainkan juga merupakan laporan reportase yang dibuat langsung dalam kunjungan lapangan. Mungkin ini bisa disebut “Novel Reportatif?”
Kali ini, Panji bukan hanya meliput acara, bukan hanya menjadi peneliti, melainkan terlibat langsung dalam berbagai ritual di Bakumpai. Dia penasaran, mengapa Raden Panji bukan dijodohkan dengan Dewi Sekartaji? Mengapa Sekartaji justru dinikahkan dengan Jinggan Anum? Siapa dia? Panji Kertapati dari Kediri, tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia berontak. Cemburu.
Diam-diam kehadiran lelaki dari Tanah Jawa itu mengusik pihak lain. Panji dianggap sudah memasuki wilayah terlarang, hingga dia harus dihukum, tenggelam di sungai Barito. Panji diculik makhluk halus penunggu sungai. Dia ditawan di gua di dasar sungai. Apakah Panji akan kembali dalam keadaan hidup-hidup, atau mati dicabik-cabik buaya? Atau juga, Panji menjadi penghuni abadi gua di dasar sungai bersama buaya-buaya di kerajaannya.
Sementara Riri, gadis Bakumpai itu setia menunggunya. Riri menganggap diriya adalah Sekartaji, yang harus berjodoh dengan Panji.