Reportase

Kabar Baik, Ada Wayang Bocah di Surabaya

no-img
Kabar Baik, Ada Wayang Bocah di Surabaya

SURABAYA: Kelompok Seni Tradisional Langen Siswo Budoyo (LSB) mengawali pementasan ketopraknya di Gedung Kesenian Cak Durasim, Sabtu lalu (9/11) dengan sajian pra acara berupa Wayang Bocah. Pentas dengan durasi 20 menit itu tampil memesona meski baru pertama kali itu naik panggung setelah latihan intensif hanya dua bulan.

Pimpinan LSB, Pak Yadek menyebut pentas kali ini untuk “mengebom” Taman Budaya bahwa di Surabaya ada kelompok wayang bocah yang siap dipentaskan. Semua pemain masih berusia Sekolah Dasar, bahkan masih ada yang bawah lima tahun (balita). “Mereka kebanyakan adalah anak-anak kami sendiri,” kata Pak Yadek yang bernama asli Bagus Wiyadi.

Kepiawaian anak-anak itu sungguh menggemaskan penonton. Seperti Srikandi yang cerewet atau Gatutkaca yang gagah,  15 anak-anak itu mampu memberikan suguhan pertunjukan yang bagus, menghibur dan menjanjikan harapan baik bagi masa depan seni tradisi di Surabaya.

Mengapa mereka seperti terlihat sudah berpengalaman, itu mungkin karena bakat alam dari lingkungan keluarga mereka sendiri sehingga tidak kesulitan akting di panggung. Meskipun untuk proses latihan tidak gampang mengumpulkan mereka karena toh semuanya masih bersekolah. “Menghabiskan energi melatih mereka”, tambah Pak Yadek.

Menurutnya, sengaja dipilih wayang orang, bukan ludruk atau ketoprak, karena tingkat kesulitannya lebih tinggi. Bukan sekadar harus pinter akting namun juga punya antawacana musti bagus. Dengan demikian maka jika mereka nantinya ikut bermain dalam ludruk atau ketoprak, relatif tidak menemui kesulitan. Jadi sengaja mereka dipersiapkan untuk langsung menguasai yang sulit ketimbang yang gampang lebih dulu.

Toh perjuangan Pak Yadek tidak sia-sia, anak-anak itu berhasil menyajikan dengan bagus lakon “Srikandi Mustakaweni Tanding” dengan naskah dan sutradara yang masih dipegang oleh Pak Yadek sendiri.

Sementara ini kelompok Wayang Bocah di Jawa Timur ada di Blitar dari Sanggar Patria Loka, yang memang dikelola profesional untuk berbagai seni tradisi untuk segala usia.

Cerita yang disajikan kali ini berkisar dari dendam kesumat Dewi Mustakaweni (diperankan Indra) yang tidak bisa terlupakan mengingat kematian ayahnya, Prabu Niwatakawaca, yang telah dibunuh oleh R. Arjuna yang ketika itu masih menjadi Begawan Ciptoning.

Siang malam tiada henti Dewi Mustakaweni menempa diri agar menjadi sakti, namun dia tahu R. Harjuna adalah adalah salah satu keluarga Pandawa yang terkenal sakti. Maka dicarinya cara dengan mengubah wujud menjadi R. Gatutkaca (Dwi Daru) agar bisa mencuri Jamus Kalimaseda yang merupakan senjata andalan dan sekaligus kunci untuk menaklukkan Pandawa.

Namun di tengah perjalanan pulang langkahnya dihadang Dewi Srikandi (Indri) hingga terjadi perang, dan berkat kesaktiannya akhirnya Dewi Mustakaweni bisa melesat terbang ke angkasa kembali ke negeri kerajaan Manimantaka dengan senyum kemenangan. (hnr)

In category: Reportase
Related Post
no-img
JELAJAH BUDAYA CANDI BELAHAN

PASURUAN: Selepas dari Candi Gunung Gangsir rombongan Jelajah Budaya Komuni...

no-img
JELAJAH BUDAYA CANDI GUNUNG GANGSIR

PASURUAN: Acara bulanan rutin Dialog Budaya Komunitas Seni Budaya BrangWeta...

no-img
Pergelaran Panji: Yuyu Kangkang Bukan Kepiting

KEDIRI: Pergelaran Budaya Panji yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan ...

no-img
Jelajah Budaya Tirtayatra (1) MENGENANG MADE WIANTA

Catatan Henri Nurcahyo TIRTAYATRA adalah perjalanan ritual ke tempat-tempat...

no-img
Perjalanan Imajinasi Karya Sembilan Perupa

JAKARTA: Pameran Lukisan “Semanggi Suroboyo” di Balai Budaya, J...

no-img
Pentas Ludruk “Bui” Rasa Teater 

Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara (IBSN) mementaskan naskah “Bui...